Matahari mulai
terbit, hangatnya menyinari tanah lapang di belakang rumah, bebek-bebek
berbaris untuk berenang. Kokokan ayam saling menyahut menandakan dimulainya
hari. Aku mulai menyiapkan perlengkapan untuk keberangkatan ke Jakarta.
Akhirnya kuliah diadakan secara offline setelah 2 tahun menjalani kuliah
online. Aku berkuliah di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an
Jakarta angkatan 2019. Saat menjalani diri sebagai mahasiswa baru, tepat
sebelum semester 2 berakhir, corona
pun datang sehingga semua kegiatan perkuliahan dihentikan. Corona
merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan yang dapat menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian. Dengan berat hati, dengan diberentikannya perkuliahan tatap muka,
kami sebagai mahasiswa barupun banyak yang kembali ke kampung halaman
masing-masing.
Sistem pembelajaran berganti secara signifikan, dimana
dulunya pembelajaran dilakukan secara bertemu, secara tatap muka, kini diadakan
secara online menggunakan aplikasi Zoom atau Gmeet. Pembelajaran
secara online begitu kurang efektif, begitu banyak gangguan atau noise yang terjadi. Salah satuhnya karena perbedaan waktu
antar wilayah, karena kampus berada di wilayah Jakarta di bagian barat
Indonesia, maka kami yang berada di bagian tengah khususnya Sulawesi memiliki
perbedaan waktu 1 jam, ketika perkuliahan berlangsung maka
bisa saja di bagian tengah Indonesia masuk waktu sholat, entah itu sholat zuhur
ataupun asar menjadikan kami harus break perkuliahan dulu untuk
melakukan sholat.
Bandara Sultah Hasanuddin terlihat tidak begitu ramai,
memang karena aku berangkat di pagi hari dan penerbanganku di jam 9-an.
Begitu banyak rencana yang telah kubuat setelah nanti tiba di Jakarta,
semangat pun begitu membara karena tidak lama lagi akan bertemu teman-teman,
karena dulunya pada saat semester 1 dan 2 kami berada di kelas yang berbeda dan baru pada saat semester 3 kami disatukan, jadi kami belum begitu
sepenuhnya saling mengenal. Sesampainya di Jakarta aku langsung menaiki bus Damri
menuju Lebak Bulus untuk ke kos yang temanku sudah menunggu di sana.
Aku berangkat pada hari senin 10 Januari 2022, sedangkan pada hari rabu, kuliah kedua akan diadakan, kuliah perdana diadakan pada hari senin tetapi jadwal perkuliahan tersebut baru di sampaikan kepada mahasiswa setelah aku membeli tiket, jadi aku tidak dapat mengikuti perkuliahan perdana karena masih perjalanan menuju ke Jakarta. Akhirnya hari perkuliahan pun tiba, aku membuka pintu kelas dan melihat beberapa wajah yang familiar, paling mereka-mereka yang sering on camera saat perkuliahan online dilaksanakan. Aku masuk kelas dan bersalaman kepada penghuni kelas, sambil basa basi mengenai kapan keberangkatanku menuju ke Jakarta dan di mana aku tinggal saat ini. Perkuliahan pun dimulai, seperti biasanya awal pertemuan pasti diawali dengan kontrak perkuliahan dan perkenalan diri lagi. Meskipun kami telah melakukannya berkali-kali saat perkuliahan masih oniline juga dengan dosen yang sama, tetapi atmosfer yang tercipta di ruang kelas begitu berbeda dibandingkan perkuliahan kemarin.
Dan tentu saja perkuliahan secara offline jauh
lebih menyenangkan dibandingkan perkuliahan online. Interaksi yang
dilakukan jauh lebih hidup. Setelah kelas selesai pun kami tidak langsung
meninggalkan kelas seperti kami leave dari Zoom atau Gmeet, tidak ada
gangguan suara putus putus dari dosen maupun noise yang sudah kuceritakan tadi.
Kami saling berinteraksi, saling bercerita juga bercanda, meskipun beberapa
dari kami ada yang baru bertemu tetapi keakraban kami telah cukup terbangun di
perkuliahan kemarin. Namun sebelum berangkat ke Jakarta ada was -was yang aku
rasakan karena telah diumumkan ada varian baru dari corona yaitu omicron,
tetapi aku berpikiran positif bahwa tidak akan berdampak buruk pada
perkuliahan. Namun, belum sebulan perkuliahan offline dilaksanakan
keluar pengumuman dari fakultas dakwah yang mengatakan bahwa mulai tanggal 31
januari 2022 perkuliahan tatap muka dihentikan sampai batas waktu yang tidak
ditentukan. Melihat pengumuman tersebut maka banyak dari kami seakan akan
melihat petir di siang bolong. Kami merasakan kekecewaan karena perkuliahan
harus digantikan lagi.
Bukannya bagaimana, banyak dari kami yang berasal dari
luar Jakarta, di surat edaran juga masih ngambang mengenai sampai kapan kuliah offline
dihentikan, cuma tertulis sampai batas waktu yang tidak ditentukan, jadi kami
yang berasal dari luar Jakarta merasakan dilema untuk pulang, kami takutkan
jika kami pulang, tidak lama setelah itu perkuliahan kembali berjalan normal,
sedangkan kami sudah berada di kampung halaman, sedangkan biaya untuk kembali
ke Jakarta bukanlah biaya yang kecil. Kami juga pikir jika kami masih tinggal
di Jakarta padahal perkuliahan diadakan secara online maka itu memakan
terlalu banyak biaya, mulai dari uang kos hingga uang kuota yang tentunya
tidak sedikit untuk mengikuti perkuliahan pada setiap jadwalnya.
0 comments:
Post a Comment