Perkembangan teknologi komuniksai yang begitu pesat sangat dan memudahkan pekerjaan orang orang. Cukup terhubung ke dalam jaringan internet, maka pesan dapat dikirimkan kepada penerima pesan dengan cepat, tak perlu menunggu lama agar pesan tersebut sampai. Tak seperti dulu yang harus menggunakan kurir pos untuk menyampaikan pesan. Pencarian informasipun begitu mudahnya, cukup menuliskan hal yang ingin diketahui di kolom pencarian, maka setelah menekan Enter tergantung kualitas jaringan yang anda miliki, informasi yang dibutuhkan akan tertampil di layar perangkat pintar anda. Bahkan informasi tersebut lebih cepat tersebarnya dibanding obrolan ibu ibu komplek ketika membeli sayur.
Begitu banyak manfaat dari perkembangan teknologi komunikasi. Dibalik banyaknya manfaat yang dihasilkan, jika seseorang belum siap dalam perkembangan tersebut, maka hal itu dapat menjadi pisau untuk dirinya sendiri. Dari beberapa tahun belakangan ini, banyak hal yang dapat kita lihat mengenai mengapa Indonesia belum sepenuhnya siap dalam perkembangan teknologi komunikasi. Banyak kasus di mana banyak orang yang belum mengetahui dampak dan bahaya dari perkembangan teknologi, setidaknya ada tiga hal yang memperlihatkan masih kurangnya edukasi bermedia sosial di Indonesia.
1. Mudahnya Menyebarkan Info
Karakteristik orang orang kita adalah takut dikatakan ketinggalan info, mereka akan dengan cepat menyebarkan sebuah informasi tanpa mengetahui kebenaran dari informasi tersebut. Membagikan informasi memang penting, tetapi jika informasi yang disebarkan merupakan informasi yang salah, maka akan banyak orang menjadi tersesat dengan informasi tersebut.
Bukan hanya informasi dari orang lain, informasi pribadi pun dapat tersebar dengan mudahnya serta yang menyebarkannya adalah yang mempunyai informasi tersebut. Setahun yang lalu, saat instagram meluncurkan fitur Add Yours di instagram story, banyak dari orang orang yang ikut meramaikan fitur tersebut. Fitur tersebut dapat digunakan untuk mengikuti dan membagikan satu topik yang serupa. Ada yang membagikan foto masih Sd, foto bareng keluarga, foto terakhir di galeri, foto selfi bareng KTP, nama ibu kandung, bahkan tanda tangan digital.
Menyebarkan KTP merupakan hal yang sangat fatal bagi pemiliknya, NIK KTP yang tersebar dapat disalahgunakan oleh orang orang yang bermaksud jahat, tiba tiba saja kita dapat ditagih utang atas utang yang tidak pernah kita lakukan.
2. Mudahnya Mempercayai Dan Menyebarkan Hoax
Sehubungan dengan poin diatas, dengan banyaknya informasi yang beredar di internet, maka informasi informasi palsu pun menyisip diantara ratusan, jutaan bahkan milyaran informasi yang bertebaran di internet. Ketika Covid 19 sedang tinggi tingginya, beredar pesan berantai Whatsapp mengenai jika merebus telur pada malam itu maka telur rebus tersebut akan menjadi penangkal Covid-19, ada videonya juga dimana seorang bayi berbicara mengenai hal tersebut.
Zaman yang katanya mengaku melek teknologi, bahkan jika dengan melihat sekilas video tersebut maka akan keliatan jelas bahwa video tersebut adalah video editan, bahkan editan dalam video tersebut tidak mengalahkan editan semburan api naga di Indosiar. Saking banyaknya yang tertipu, sampai sampai website resmi Covid19.co.id meliris mengenai bahwa video atau pesan berantai whatsaap tersebut salah, dengan kategori : Konten yang menyesatkan/Misleading content. Meskipun saat ini sudah banyak website untuk mengecek berita hoax, tetapi tetap saja masih banyak orang yang terjebak dalam berita berita yang menyesatkan.
Grup keluargapun tak lepas dari penyebaran hoax, Kominfo menyatakan bahwa rata rata penyebar hoax berusia 45 tahun ke atas. Grup keluarga yang berisi orang tua, om, tante, kakek, dan nenek kita begitu gampang untuk menyebarkan berita maupun informasi hoax, mereka dengan cepat membagikan informasi yang barus saja mereka dapatkan.
3. Mudahnya Bereaksi Terhadap Berita
Banyak juga yang hanya membaca judul berita langsung bereaksi terhadap apa yang telah ia baca, mereka tidak membaca isi dari berita tersebut, tidak berusaha mencoba untuk memahami isi berita, malahan mereka langsung membagikan judul berita tersebut dengan reaksi mereka. Baru baru saja tarif dari Candi borobudur dinaikkan harganya menjadi 750 ribu. Banyak yang langsung marah terhadap kebijakan ini, banyak yang berkomentar negatif terhadap pemerintah, padahal kenaikan tarif guna untuk menjaga kelestarian dari Candi tersebut. Meskipun memang harga 750 ribu terlalu mahal.
Sejak bertahun tahun kawasan Candi Borobudur mengalami overtourism, dimana pengunjung melebihi kapasitas maksimal yang telah ditetapkan, banyak juga dari warga negara kita yang tidak mengindahkan peraturan di sana seperti dilarang duduk di atas stupa. Hal hal seperti ini dapat kita baca pada artikel artikel yang memuat mengenai kerusakan Candi.
Melihat tiga contoh di atas sudah menjadi bukti bahwa belum siapnya Indonesia menerima perkembangan teknologi, cara mengatasinya bukan hanya dengan memperbanyak website pemeriksa berita hoax, tetapi dengan turun ke masyrakat, mengedukasi mereka. Agar bukan hanya yang berpendidikan dapat mengetahui cara berinternet dengan bijak, meskipun pada kenyataannya banyak juga dari orang yang berpendidikan tidak berinternet dengan bijak..
0 comments:
Post a Comment